Saudaraku ..
Dikalangan Masyarakat ada pemahaman yang merata tentang makna dan perbedaan Nabi dan Rasul yang kesemuanya berangkat dari ilmu-ilmu yang disampaikan saat masa sekolah, dengan mengatakan bahwa Nabi adalah orang yang mendapatkan Wahyu dari Allah SWT,dan tidak diperintahkan untuk menyampaikanya kepada orang lain. Sedangkan Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT, dan diperintahkan untuk menyampaikanya kepada orang lain.


Kemudian kita dapati banyak ulama yang mengkritisi makna tersebut (red. Nabi mendapatkan wahyu dan tidak di perintahkan untuk menyampaikan kepada orang lain) karena hal tersebut bertentangan dengan kewajiban dakwah dalam Islam yang merupakan bersifat Fardu 'ain (Wajib kepada setiap Individu), sesuai dengan dalil dalam Al-Quran bahwa para Nabi itu diutus oleh Allah SWT untuk berdakwah :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh. (QS.Al-Ahzab Ayat 7)



Tafsir dari ayat berikut adalah Allah SWT menceritakan Nabi Ulul Azmi yang lima orang juga Nabi lainya,bahwa ALLAH telah mengambil perjanjian dan pernyataan dari mereka (para Nabi), bahwasanya mereka akan menegakan Agama ALLAH SWT, Menyampaikan Risalah-NYA,Saling membantu dan saling menolong , dan siap berkorban. (Tafsir Ibnu Katsir)

Lantas dimanakah letak perbedaan antara Nabi dan Rasul.....?

Pendapat yang paling kuat mengenai hal tersebut ialah .. Nabi merupakah orang yang mendapat Wahyu dari Allah SWT dan tidak mendapatkan Syariat baru, sedangkan para Rasul adalah Nabi yang mendapatkan Syariat baru ( Tambahan/Perubahan Syariat)

Jadi setiap setiap nabi mengikuti syariat Rasul sebelumnya dan setiap Rasul mendapatkan penyempurnaan Syariat yaitu hukum-hukum yang berkaitan Ibadah, Muamalah dan juga Ahlak.
Kemudian apakah ada Rasul setelah Kerasulan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wassalam..?,Maka Al-Quran Menjawab.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَٰكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.Al-Ahzab Ayat 40)

Ayat diatas sangat jelas mengatakan bahwa Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi Terakhir yang Allah utus kemuka bumi berikut sebagai penutup para Rasul (tidak ada Rasul setelah kerasulan Nabi Muhammad ), karena sesungguhnya setiap Rasul adalah Nabi dan bukan sebaliknya
.
Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Ayat ini merupakan nash yang menunjukkan tidak adanya nabi setelah Nabi Mohammad saw. Jika tidak ada Nabi setelah beliau saw, lebih-lebih lagi seorang Rasul. Sebab, kedudukan risalah (menyampaikan risalah) lebih khusus daripada kedudukan nubuwwah (kenabian). Pasalnya, setiap Rasul adalah nabi, tidak sebaliknya. Oleh karena itu, masalah ini telah disebutkan oleh hadits-hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh mayoritas shahabat dari Nabi saw. Imam Ahmad menuturkan dari Thufail bin Ubay bin Ka’ab dari bapaknya, dari Nabi saw, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya, perumpamaan diriku dibandingkan para nabi terdahulu, seperti halnya seorang laki-laki yang membangun sebuah rumah, lalu ia memperbagus dan menyempurnakan rumah tersebut. Akan tetapi, ia melupakan sebuah lubang sebesar batu bata, dan tidak ditutupnya dengan batu bata. Lalu, orang-orang berjalan mengelilingi rumah itu. Tetapi mereka heran dan berkata, “Seandainya lubang ini bisa ditutup dengan batu bata, niscaya ia akan sempurna?. Dan perumpamaan diriku dibandingkan para nabi terdahulu, seperti halnya lubang batu bata itu”.[?HR. Imam Ahmad]..Imam Ahmad juga meriwayatkan sebuah hadits, dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya, risalah dan nubuwwah telah terputus. Tidak akan ada rasul dan nabi setelahku..”[HR.Imam Ahmad] [Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat Al Ahzab (33):40]

🎊🎊 Saudaraku jika kemudian diakhir zaman ini kita dapati sekelompok firqoh yang para Du'atnya (penyeru) mengatakan dirinya sebagai Rasul-Rasul, ketahuilah bahwa itu adalah kebathilan yang nyata karena :
Pertama, 
Tidak ada Rasul setelah Kerasulan Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam (red.Nabi Muhammad sebagai penutup Nabi dan Rasul)

Kedua : seseorang yang mengatakan dirinya sebagai Rasul maka menyatakan pula bahwa dirinya sebagai nabi karena setiap Rasul adalah Nabi.
Ketiga : secara tidak langsung menyatakan dirinya sebagai penerima wahyu yang membawa Risalah/syariat baru. dan ini jelas adalah kebathilan karena seperti yang di jelaskan diatas tidak ada nabi ataupun Rasul juga tidak ada Risalah baru setelah wafatnya nabi muhammad, 
Sungguh syariat sudah lengkap (tidak ada satupun syariat yang terlewat yang Allah wahyukan melalui Nabi Muhammad) Allah mengabarkan kepada kita melalui ayat berikut :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhoi Islam itu sebagai agamamu.” (QS. Al Maidah 3)

Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah nikmat terbesar dari berbagai nikmat yang Allah berikan kepada umat ini. Yaitu Allah telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan agama yang lain dan juga tidak membutuhkan nabi selain nabi mereka, Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itulah, Allah menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan menjadikannya pula sebagai nabi yang diutus kepada seluruh manusia dan jin. Maka tidak ada yang halal melainkan apa yang dihalalkannya dan tidak ada yang haram selain apa yang diharamkannya serta tidak ada agama yang benar kecuali agama yang disyari’atkannya.”
Ke-empat : Kata Rasul terlarang di gunakan kepada manusia yang di nisbatkan kepada para penyeru (dai) zaman sekarang karena bertentangan dengan point-point diatas. (kata Rasul hanya boleh di sematkan kepada nama-nama yang sesuai dengan nash yang terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah)
Adapaun para penyeru dakwah, Rasulullah menamainya sebagai ULAMA seperti tersebut dalam sebuah dalil berikut :
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Tirmidzi, Ahmad, Ad-Darimi, Abu Dawud. Dishahihkan oleh Al-Albani)

Dalam hadist lainpun disebutkan :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.”(HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)

Walahu A'lam.


- Acep Firmansyah (Abu Ubaidillah) 08/02/2016
Maraji : 
- Tafsir Ibnu Katsir 
- Tafsir al Quran al Azhim
- Syukur,Yanuardi. Buku Kisah-kisah perjuangan Nab-nabi Ulul Azmi. Jakarta : Al-Magfirah

Advertisement

0 komentar:

Posting Komentar

terimaksih anda telah berkunjung silahkan tambahkan komentar anda

 
Top