Tersebutlah disebuah kampung ada seseorang yang warga sekitar menyebutnya sebagai seorang Ustadz atau kiyai, dia Lulusan sebuah pondok pesantren yang cukup terkenal dan menjadi tujuan pendidikan jika warga sekitar hendak menyekolahkan anaknya ke pesantren, label ustadzpun begitu kental dan melekat pada diri seseorang tersebut sehingga dijadikan rujukan ketika warga henda bertanya urusan agama.
Suatu ketika sang ustadzpun terjelembab dalam sebuah nista ia terjebak dalam sebuah genangan dosa, entah itu karena faktor sengaja karena tidak mampu menahan hawa nafsunya ataukah memang kebetulan tak sengaja karena adanya kesempatan,sehingga setanpun bermain peran untuk menjerumuskanya.
Yang tidak elok dimata adalah dia seorang ustadz yang faham agama,tentunya segudang Ilmu ada di dadanya, bagaimana mungkin dia kehilangan Iman sehingga mengorbankan kesucian hidup dan terjerumus dalam kubangan dosa, dan tambah pula ketidak elokanya adalah dia sebagai seorang kiyai yang di segani dan di tuakan, yang selama ini menjadi tempat mengadu dan bertanya jika di rundung masalah berkaitan dengan hidup terlebih dalam urusan agama.
Akhir kisah warga kampug begitu membencinya sehingga kebencian terhadap diri sang ustadz (pelaku/orang) tersebut merambat pula terhadap kebencian terhadap label ustadznya (sebuah nama yang disematkan untuk orang yang berilmu dan menyebarkan Ilmu), setiap mendengar sebuah kata yang bernama ustadz maka pikiran wargapun kembali terarah kepada sosok yang munafik yang sok suci, seolah setiap orang yang dilabeli ustadz semua ahlaknya sama , padahal antara label ustadz dan pelaku adalah sesuatu yang berbeda tidak bisa disamakan, jika seseorang yang disebut ustadz melakukan sebuah kesalahan maka yang salah adalah pelakunya tapi tidak dengan label ustadznya.
Begitulah kesalahan persepsi yang saat ini sering terjadi seolah-olah label ustadz atau kiyai adalah sesuatu yang menyatu dengan diri seseorang sehingga ketika pelaku yang dikatakan sebagai seorang ustadz melakukan sebuah kesalahan maka nama/label ustadz atau kiyaipun ikut disalahkan, sehingga kebanyakan dijadikan sebagai pembenaran,untuk melakukan kesalahan yang serupa, diantara masyrakat ada yang berkata " Ustadznyapun melakukan kesalahan , maka kitapun boleh melakukan hal yang sama " ataupun dengan ungkapan lainya seperti halnya " Ah inimah kiyai gak bener,masa kiyai seperti itu, "
Berangkat dari ketimpangan yang sering terjadi di masyarakat seperti halnya diatas, maka mari kita lihat makna ustadz atau kiyai (ulama) berdasarkan dalil Al-Quran, sehingga kapan label tersebut layak disematkan dan kapan label tersebut atomatis hilang pada diri seseorang yang sebelumnya dikatakan sebagai ulama.
Pertama kata ustadz atau kiyai adalah kata lain dari Ulama, kata ustadz dan kiyai adalah literasi lokal yang disematkan kepada para Ahli-ahli Ilmu, sedangkan penamaan berdasarkan dalil Al-Quran atau hadist adalah bernama Ulama yaitu bentuk jamak dari kata ‘aalim. ‘dan Aalim adalah isim fail dari kata dasar:’ilmu. Jadi ‘aalim adalah orang yang berilmu. Dan ‘ulama adalah orang-orang yang punya ilmu.
Rasulullah bersabda "Hai Manusia,Ilmu hanya bisa didapat dengan belajar dan fiqih hanya diperoleh dengan taffaquh (mengkaji). Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi orang baik, Dia akan menjadikanya faqih (faham) terhadap ajaran agama , dan yang takut kepada Allah hanyalah para ulama " (HR.BUKHORI)
Rasulullah bersabda "Hai Manusia,Ilmu hanya bisa didapat dengan belajar dan fiqih hanya diperoleh dengan taffaquh (mengkaji). Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi orang baik, Dia akan menjadikanya faqih (faham) terhadap ajaran agama , dan yang takut kepada Allah hanyalah para ulama " (HR.BUKHORI)
Lalu Kapan nama ulama bisa disematkan kepada diri seseorang ...?
berdasarkan dalil kata ulama bisa disematkan kepada seseorang yaitu yang sudah melakukan serangkaian belajar Ilmu Keislaman yang pada akhirnya memiliki kepahaman terhadap Ilmu tersebut dan kemudian dia mengamalkanya untuk diri sendiri juga mengajak kepada orang laian.
Kemudia Hal lain yang mutlak harus ada dalam diri Ulama adalah yang tertuang dalam QS Fathir ayat 28
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ÙŠَØ®ْØ´َÙ‰ اللَّÙ‡َ Ù…ِÙ†ْ عِبَادِÙ‡ِ الْعُÙ„َÙ…َاءُ
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama."
Ayat diatas juga dalam paragaf akhir pada hadist sebelumnya,secara gamblang menjelaskan kepada kita bahwa Ulama adalah hamba-hamba yang senantiasa takut kepada Allah dimanapun dan dalam keadaan apapun, mereka takut melanggar syariat yang sudah Allah tetapkan dan Rasulullah sabdakan , mereka takut mengatakan sesuatu yang tidak diamalkan ,terlebih merekalah yang menyampaikan Ilmu kepada manusia untuk mengajak kepada menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi laranganya. maka tidak melaksanakan/melanggar apa yang mereka ucapkan sama saja menghancurkan dakwah yang sudah di bangun.
Maka ketika seseorang yang dikatakan sebagai seorang ulama, tatkala dia berbuat kemungkaran maka atomatis tidak ada lagi penamaan/pelabelan ulama (ustadz,kiyai) melekat dalam dirinya karena sudah menunjukan ketidak takutan terhadap Allah dengan melanggar syariatnya.
Kitapun tidak boleh mengaitkan prilaku buruk seseorang dengan kata "ulama itu sendiri, karena prilaku adalah berkaitan dengan Ahlak yang mereka punya kendali atas dirinya sedangkan kata/label ulama adalah sebuah nama ( hadiah dari Allah) yang disematkan untuk orang yang berilmu, menyampaikan dan mengamalkan ilmu,juga senantiasa takut kepada Allah memegang teguh Aqidah yang lurus,kaffah dalam bersyariah dan mulia dalam berkahlak.
Walahu a'lam
Ditulis Oleh Abu Ubaidillah (Acep Firmansyah) 15/02/2016 (17:19)
0 komentar:
Posting Komentar
terimaksih anda telah berkunjung silahkan tambahkan komentar anda