Dialah sebuah kotak yang bernama TELEVISI,tak berlidah namun pengaruhnya begitu kuat mencengkram sehingga mampu mengubah kebiasaan, juga tak bertangan dan berkaki namun begitu hebat mengubah sebuah peradaban yang arif kepada kehancuran. Kini Sebagian besar masyarakat Desa sudah mengklasifikasikan barang tersebut sebagai kebutuhan primer,hingga sulit rasanya menemukan sebuah rumah yang di dalamnya tidak terdapat TV,bahkan disebagian lain ada yang menganggap lebih penting dari sekedar primer,banyak yang menunda untuk membeli kebutuhan sandang,ngirit dalam kebutuhan pangan demi terpenuhi untuk membeli barang tersebut.
Berbagai alasan melandasi masyarakat desa untuk membeli barang tersebut,diantaranya ada yang bertujuan untuk bahan hiburan pelepas penat selepas pulang bekerja di kebun,ada pula karena tuntutan keluarga seperti halnya permintaan anak ataupun Istri, Bahkan lebih banyaknya adalah karena alasan gaya hidup semata,untuk tuntutan malu karena tetangga sudah memiliki lantas dirinya tidak,ataupun ikut-ikutan untuk menunjukan standar hidup kekinian agar bisa menyamai gaya hidup di perkotaan,dsb.
Setiap perkumpulan ibu-ibu baik dalam pengajian,arisan,atau kongkow-kongkow tak beraturan yang di gelar saban pagi sembari memanaskan badanpun, riak riuh dalam pembahasanya merujuk dari kabar yang mereka dapat dari sebuah kotak di rumahnya (TV), ada yang membicarakan tentang sebuah berita yang lagi hangat di sebuah daerah tertentu,ada yang membicarakan sebuah sinetron terbaru yang lagi rame namun katanya kisahnya menyedihkan,bahkan parahnya ikut pusing membahas sebuah gosip dari tayangan infotainment yang tayang sepertihalnya kebutuhan makan yaitu 3 kali dalam sehari,Kemudian ikut mengumpat,menggerutu dan menghukumi.
Begitupun,anak-anak di sekolah dari mulai TK sampai dengan SMA,sama-sama mengikuti kesibukan orangtuanya, tidak luput dari pembahasan tayangan TV yang mereka tonton semasa di rumah. Anak TK dan SD membahas ulang film ultramen,Spongebob,Tom And Jerry,dan Film kartun lainya yang mereka sukai , anak SMP dan SMA membahas kisah cinta dari sebuah sinetron yang lagi trend,yang sesuai dengan masa pubertas mereka. Sepertihalnya sebuah sinetron yang saat ini lagi ngtrend dikalangan remaja Sebutlah sinetron "Anak-anak Jalanan",yang banyak remaja tidak mau terlewatkan kisahnya,seseorang yang masih berstatus pelajar SMA pernah menuturkan bahwa setiap hari disekolahnya tidak terlewatkan satu haripun disetiap waktu kosong selain membicarakan perkembangan film tersebut, padahal tepatnya film tersebut dinamakan sinetron "Anak-anak Setan" karena mengajarkan berbagai keburukan,sepertihalnya Pergaulan bebas,gaya hidup hedonisme, dan lainya.
Bahkan yang mengerikan saat ini pembahasan kisah percintaan dan gaya pergaulan bebas yang di tayangkan melalui TV tidak hanya disukai oleh kalangan remaja tetapi juga anak2 kecil sepertihalnya anak TK ataupun SD,kemudian mereka mencontohnya,hingga tidak jarang kita temukan anak kls 1 SD diperkampungan sudah punya pacar,mencoba pegangan juga ciuman,menirukan seperti yang mereka lihat di TV. naudzubillah
Ada penomena yang begitu menggemparkan yang mengubah peradaban dari kearifan desa,di giring kepada kehancuran moral secara masif dan terstruktur, sebuah desa yang sebelumnya teduh dengan riuh pengajian di waktu magrib dari surau-surau kampung,sebuah rumah yang tentram dengan menggaung dzikir-dzikir dari tiap-tiap sudut kampung, sebuah rumah yang bahagia karena banyak waktu bercengkrama dengan keluarga, dan keadaan tersebut kini terkikislah sudah bahkan perlahan hilang.
Tersebutlah kisah sebuah keluarga yang dahulu sebelum memiliki TV, keluarga tersebut senantiasa bangun di 1/3 malam di lanjut dzikir sampai pagi menyingsing, di sore haripun tidak luput dengan lantunan tilawah yang saling bersahutan antara suami dan istri sampai dengan waktu Isya Tiba. Dan kini setelah ia membeli sebuah TV tidak nampak lagi kebiasaan baiknya,selepas magrib tidak lagi mengambil mushaf untuk membaca Quran melainkan remot yang di pegang dan mengulirkan tanyangan-tayangan yang di sukai untuk di tonton,bahkan yang biasanya 10 menit sebelum adzan magrib sudah duduk manis di sejadah dengan tasbih di tangan, kini shalatnyapun gontok-gontokan nunggu selesai tayangan dan muncul jeda Iklan.Shalatnyapun terburu-buru bagaikan ayam mematuk makanan,karena takut Iklan cepat selesai dan ia terlambat untuk melihat lanjutan filmnya. Shalat Isya'pun di lakukan dengan serupa bahkan banyaknya diakhirkan setelah Ia puas menonton TV. Begitupun dengan pagi hari tidak ada lagi terdengar dzikir karena Ia bangun kesiangan sebab nonton sampai larut malam.'
Kisah serupa juga datang dari anak-anaknya,dahulu anaknya begitu mudah untuk diarahkan menuju surau saat sore hari untuk mengaji,kini terhenti sudah,mereka lebih memilih diam di rumah untuk nonton TV ketimbang mengaji untuk bekal masa depanya. Orangtuanyapun seakan kehilangan taring untuk mengarahkan,padahal dahulu tidak perlu di suruh anaknya pergi sendiri. kini sampai mulut membusapun sang anak tidak kunjung berangkat untuk mengaji, kehilangan kendali diri dan progres hidup yang tepat tidak hanya dialami anaknya melainkan juga dengan kedua orangtuanya,dimana antara orang tua dan anak memiliki frekuensi yang sama yang mana anak hanya menangkap frekuesi yang di pantulkan kedua orangtuanya dan kelemahan tersebut bisa di pastikan berasal dari pengaruh TV.
Kisah lainya datang dari seorang ustadz kampung yang biasa menggampu anak-anak dari masyarakat sekitar untuk mengajarkan ilmu agama kepadanya mengeluhkan bahwa keadaan sekarang berbeda jauh dengan masa terdahulu, ustadz tersebut menuturkan dulu beliau memiliki murid yang sangat banyak,datang dari setiap pelosok kampung,meskipun surau yang kecil dan berdesak-desakan namun tidak melunturkan semangat untuk mengaji.Namun kini sangat jauh berbeda,jangankan bisa meregenerasi keilmuan yang dimiliki sang ustadz dan menelurkan ustadz-ustadz berikutnya,mempertahankan seorang murid yang rumahnya dekat surau saja susahnya minta ampun,satu persatu muridnya menghilang dan kini suraunya menjadi kosong tidak ada lagi kesibukan belajar seperti masa terdahulu.Berbagai alasan muncul dari mereka dan yang paling mencolok adalah dikarenakan kesukaan baru yang ada di rumahnya,yaitu sebuah kotak yang bernama TV,sehingga malas untuk mengaji.
Mari Kita telisik fenomena ini lebih jauh. Perlu di ketahui bahwa saat ini seluruh TV Nasional yang eksis dikonsumsi masyarakat dan santer menayangkan tayangan tidak berbobot dan murahan Semuanya dimiliki oleh pihak swasta yang terbangun dalam sebuah corporate/Perusahaan-perusahaan.Mereka punya target dengan hasil akhir mencari keuntungan sebesar-besarnya melalui produk-produk yang di keluarkan yaitu berupa tayangan-tayangan/film2,makin besar keuntunganya maka akan semakin besar proggres perusahaanya. Bahkan mereka punya konsultan dan lembaga survei tertentu untuk membuat tontonan yang di gemari masyarakat yang pada akhirnya mendapatkan ratting yang tinggi, yang dari ratting tinggi tersebut mendulang keuntungan yang besar melalui para pengiklan.
Dan yang disayangkan adalah konsep sebuah tayangan untuk menarik banyak penonton tersebut,tidak dibarengi dengan memperhatikan aspek sosialnya,apakah akan memberikan dampak positif ataukah negatif,banyak diantara mereka (perusahaan) tidak memperdulikanya yang terpikirkan pada diri mereka hanyalah keuntungan yang besar, di tambah pula dari lemahnya lembaga pemerintah yang menaungi pengawasan terhadap tayangan TV,sehingga munculah film-film yang booming dan digemari masyarakat oleh segala usia,dari anak-anak sampai yang tua, namun sesungguhnya tayangan/film tersebut bak sampah beracun yang tidak hanya tidak bermanfaat tetapi juga menghancurkan tatanan kehidupan sosial.
Lebih jauhnya sesungguhnya ada konspirasi besar untuk menghancurkan generasi muda khususnya generasi umat Islam melalui media,sebagai turunan F yang ke-3 yaitu fun (hiburan) dari 3 simbol F yang mereka gembar-gemborkan untuk menghancurkan Islam yaitu melalui(Food,Fashion,Fun) mereka tahu bahwa salah satu cara epektif untuk menghancurkan sebuah negara beserta agamanya adalah dengan merusak generasi yang akan tumbuh di kemudian sebagai pewarisnya, mereka begitu gencar masuk melalui celah apapun menjalar ke perkotaan ataupun pedesaan secara masif untuk merusak secara nyata, termasuk melalui Media,mereka cekoki generasi Islam dengan gaya hidup bebas yang dicerminkan melalui tanyangan TV,sehingga remaja terlupa untuk belajar agama sebagai pegangan kuat dari goncangan masa depanya,para orantuanyapun dicekoki pula dengan tayangan2 melalaikan sehingga lupa untuk mendidik dan mengarahkan anaknya.
Inilah sebuah fakta yang harus kita hadapi saat ini,desa yang rindang bukan lagi tempat yang nyaman untuk menumbukan anak menjadi generasi madani,,tumbuh menjadi orang-orang hebat namun tidak meninggalkan status keislamanya. Indah rasanya jika para orangtua di desa mulai serius belajar,bertanya kepada orang faham yang sudah sukses mendidik anaknya, juga mencari tahu tentang bagaimana mendidik anak yang baik agar tidak menjadi orang tua gagal, dan simpelnya sebagai langkah tercepat mulai berfikir untuk menghilangangkan TV dari rumah dan kembali fokus untuk mendidik anaknya mengarahkan dan memahamkan mereka. Andai satu orang bergerak dan di ikuti oleh yang lainya niscaya akan terbangun dalam sebuah kampung dengan frekuensi yang sama yang pada akhirnya desapun kembali rindang nan indah di mata juga tenang di jiwa seperti sediakala.
Abu Ubaidillah (Acep Firmansyah , 27/02/2016)
Abu Ubaidillah (Acep Firmansyah , 27/02/2016)
0 komentar:
Posting Komentar
terimaksih anda telah berkunjung silahkan tambahkan komentar anda