Abdul Muthalib beliau bernama Asli Syaibah lahir Tahun 497 M,wafat dalam usia 80 Tahun Saat Rasulullah berusia 8 Tahun. Merupakan putra dari Hasyim bin Abdi Manaf yang sudah di bahas pada artikel sebelumnya. Terkait nama Abdul Muthalib,ada kisah yang menyebutkan bahwa  pamanya Al-Muthalib bin Manaf  bergantian memegang tugas menyediakan minuman dan bantuan yang diperlukan kepada jamaah haji ketika saudaranya Hasyim telah meninggal dunia. Orang-orang Quraisy menyebutnya Al-Faidh karena kemurahan hatinya.

Suatu hari, salah seorang temanya, Tsabit bin Al-Mundzir ayah Hasan bin Tsabit, penyair Rasulullah datang kepadanya, lalu berkata, “jika kamu melihat keponakanmu Syaibah diantara kita, maka kamu akan melihat keindahan, kewibawaan, dan kemuliaan.” Muthalib berkata,”Menurut dugaanku, ibunya tidak akan menyerahkan kepadamu. Begitu juga paman-oamanya dari pihak ibu.”

Sekarang kita berusaha mengenal ibunya Salma. Salma Ibu Syaibah (Abdul Muthalib) adalah seorang perempuan yang mulia dari bani Addi bin Najjar, yakni Salma binti Amr bin Zaid bin Labib dari Bani Addi bin Najjar.

Suatu saat Hasyim bersama dengan kafilahnya berhenti di Madinah. Disana mereka menemukan sebuah pasar yang sedang ramai dengan aktivitas jual beli. Hasyim melihat seorang perempuan berada ditempat yang tinggi diatas pasar  Perempuan ini memberikan perintah pembelian dan penjualan untuknya. Ia adalah perempuan yang teguh , berpendirian, rendah hati, dan cantik. Hasyim bertanya kepada penduduk sekitar, apakah ia masih gadis atau janda? Mereka mengatakan bahwa ia janda dan tidak mau menikah kecuali dengan laki-laki yang setara denganya karena kedudukanya terhormat di kalangan kaumnya. Ia menyaratkan bahwa jika ia menikah, maka pemegang kekuasaan adalah dirinya . Hasyim kemudian meminangnya. Stelah mengetahui kemuliaan nasab Hasyim, Salma menikahkan dirinya dengan Hasyim. Setelah perkawinan mereka menghasilkan anak yang pertama yaitu Syaibah.

Hasyim meninggal dalam sebuah perjalanan di Syam. Ia dimakamkan di Gaza. Setelah ayahnya meninggal Syaibah hidup dibawah penjagaan dan pemeliharaan ibunya dan paman-pamanya. Akhirnya Tsabit memberikan informasi kepada paman Syaibah, Yaitu Al-Muthalib tentang hal tersebut. Maka Al-Muthalib mendatanginya untuk membawanya pulang. Semula Salma menolak permintaan Al-Muthalib. Namun akhirnya ia menyetujuinya.

Al-Muthalib membawa Syaibah kembali ke Makkah pada waktu siang. Ketika melihatnya,penduduk Makkah menyangka bahwa Syaibah adalah budaknya. Maka mereka berkata, “ini adalah Abdul Muthalib (budah Muthalib).” Al-Muthalib berkata, “ Enyahlah kalian.! Sesungguhnya ia adalah anak saudaraku,Syaibah bin Hasyim.” Namun Syaibah tetap terkenal dengan sebutna  Abdul Muthalib.

Al-Muthalib pergi ke Yaman dan meninggal disana. Maka Abdul Muthalib bin Hasyim yang mengganti tugas memberikan minuman dan pelayanan kepada jamaah haji. Ia tidak pernah lelah untuk meberikan makanan dan minuman kepada mereka dalam wadah besar yang terbuat dari kulit di Makkah. Ketika sumur Zamzam telah ditemukan, jamaah haji diberi minum dari sumur ini.

Abdul Muthalib adalah orang yang pertama kali menggali sumur zamzam setelah zaman dahulu dikubur oleh kabilah Jurhum saat dipaksa untuk keluar dari kota Makkah. Abdul Muthalib membawa air Zamzam ke Arafah untuk memberikan minuman kepada jamaah Haji. Dengan begitu, ia memberikan kenang-kenangan yang luar biasa,yaitu kenang-kenangan Nabi Ismail.

Abdul Muthalib berusaha melestarikan sumur Zamzam, walaupun orang-orang Quraisy enggan untuk memberikan bantuan kepadanya. Kemudian ia bernadzar senadainya Allah memberikan sepuluh anak kepadanya, maka ia akan menyembelih salah satu diantara mereka, Seiring berlalunya waktu, Allah mengaruniakan sepuluh anak lak-laki kepadanya. Mereka adalah Al-Harits, Az-Zubair, Abu Thalib, Abdullah, HAmzah, Abu Lahab, Al-Ghaidaq, Al-Miqdam, Dhirar, dan Al-Abbas.

Abdul Muthalib mengumpulkan mereka dan memberitahukan mereka tentang nadzarnya. Ia mengajak mereka untuk membantunya dalam memenuhi nadzarnya. Maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang menentangnya. Mereka berkata, “ Penuhilah nadzarmu dan lakukanlah apa yang kau inginkan.”

Abdul Muthalib berkata, “Hendaklah setiap orang dari kalian menulis namanya dianak panah undian.” Ketika di undi,nama yang keluar adalah Abdullah, ayah Rasulullah. Abdul Muthalib lalu membawanya ketempat penyembelihan sambil membawa pedang. Namun, anak-anak perempuanya menangis melihat kejadian ini. Salah seorang diantara mereka berkata, “ Jangan sembelih dia,ganti saja dengan mengundi unta-untamu ditanah Haram.”
Orang-orang Quraisy dengan cepat menuju lokasi penyembelihan. Mereka meminta kepada Abdul Muthalib agar jangan menyembelih anaknya. Abdul Muthalib berkata kepada juru kunci Ka’bah. “ Undilah ia bersama dengan sepuluh  unta. “ Setiap kali di undi, nama Abdullah masih tetap muncul, maka ditambah sepuluh unta hingga mencapai seratus unta. Setelah genap seratus unta, baru nama unta yang keluar dari undian. Abdul Muthalib pun senang dan unta-unta tersebut di sembelih.

- By Abu Ubaidillah (Acep Firmansyah 04/03/2016)
Dikutip dari kitab Abnaa' An-Nabi wa Ahfadhuhu karya Syaikh Abdul Mun'im Alhasyimi


Advertisement

0 komentar:

Posting Komentar

terimaksih anda telah berkunjung silahkan tambahkan komentar anda

 
Top